About Author

love name

RSS feed


ShoutMix chat widget

Selasa, 28 Februari 2012

cerpenkuh

Posted by chizbie phikrie On 06.35


Selubung asa dalam hati
Oleh: Hisbiyatul Fikriyah
Kriiiiiiiing.. kriiiiiing….
Suara bel pertanda semua siswa harus masuk kelas dan bersiap-siap  untuk mengisi identitas LJK ulangan yang telah terpapar di atas bangku masing-masing. Ini adalah kali pertamanya aku mengerjakan ulangan di sekolah baru.  “Tok tok tok. . .asslamualaikum. . . benarkah ini ruang 6??” Tanya guru asing yang akan menjadi pengawas kelasku . “Iya pak…!!” serentak  jawaban  seluruh siswa yang masih polos-polos, karena memang ini adalah ulangan pertama kami, ulangan semester pertama. Serentak dengan tanpa di suruh semua siswa diam, hening suasana yang kurasa dan dengan tanpa di suruh pula kami berdoa. “Saya yang akan menjaga ulangan di ruang ini,  saya harap semua untuk tenang dan  mengerjakan soal ulangan masing-masing…” nasehat beliau  kepada kami setelah kami selesai berdoa.
Kriiiiiiiing kriiiing……pertanda semua ulangan harus segera dikumpulkan .”Hhhuuuft, akhirnya selesai juga.” Batinku bersorak, segera  aku pun membereskan alat tulisku dan meninggalkan kursi panas tersebut dengan wajah sumringah seperti  terbebas dari kandang harimau yang sedang kelaparan . Aku bergegas keluar  dari  kelas dan  berjalan menuju asrama bersama teman sebayaku. Eemmmhhh……sesampai di asrama, aku segera berlarian menuju kamar  yang terletak di lantai 3. Dengan tidak sabar, aku langsung   merebahkan badan di atas kasur kecilku. Lumayan untuk melepas penat di otak yang dari tadi menjerat-jerat. Sejenak kupejamkan mata dan teringat akan ayah bunda dirumah. Bayang-bayang beliau tiba-tiba terbesit di benak. Membuat rasa rindu ini semakin menjadi-jadi.  Tak terasa bulir-bulir bening keluar dari sepasang kelopak mata. Fikiranku mengembara, mataku menerawang langit-langit kamar dan tiba – tiba jantung ini terasa sesak. Ingin ku berada dalam peluk  mereka saat ini. Menangis mengadu apa yang  tengah aku rasakan….rasa rindu yang telah terpendam selama 7 bulan,  entah kapan akan terobati. Antara sadar dan tak sadar, aku pun  terlelap dalam tidurku.
Usai bersujud, segera aku mencari buku paket matematikaku di almari buku. Ku persiapkan materi tentang ulangan esok hari, agar aku matang dalam teori d`n aku berharap aku bisa memberi suatu kejutan untuk orang tuaku pada liburan semester satu mendatang . Saat ku serius dalam belajar, tuuuuuuutt tuuuuutt…..”deg..” jantungku berdebar tak beraturan mendengar suara telefon dari bawah. Ku harap  itu untukku. Tak lama kemudian, ibu asrama memanggilku…dengan tersenyum lega, segera aku turun untuk mengangkat telefon.
“Hallo. . .assalamualaikum,” sapaku lirih dengan harapan bunda atau ayah yang menelfonku.
“Waalaikumsalam dengan ovi….?” Tanya suara yang tak asing di telingaku.
“Iya……ini om andre??” Ku tanya dengan rasa penasaranku. karena tidak biasanya om Andre menelefonku. mungkin ini kali pertamanya om Andre menelefonku.
“Iya Vi….” jawabnya dengan terseduh-seduh.
“Ada apa ya om???” aku semakin bingung. . .isak tangisnya membuat ku semakin penasaran
“Eemm…. bisa kemas-kemas baju kamu secukupnya untuk pulang hari ini?? Ayah tadi berpesan kepada om untuk menjemput kamu pulang hari ini. karena ayah ingin bertemu denganmu….” jawabnya singkat tapi   membuatku penuh akan tanya penasaran. tanpa berfikir panjang aku pun menuruti perintahnya.
”Iya om…..” setelah telfon mati segera aku berlari kecil ke kamar untuk mengemasi baju secukupnya.aku hanya bawa dua pasang baju, karna aku fikir mungkin tidak akan lama hanya beberapa hari. Terlihat kerudung hitam yang tersampir di lemari baju.  Tak tersadar aku pun berkeinginan untuk memakainya. Segera aku mengganti kerudung yang telah rapi terpampang dikepala dengan kerudung hitam tersebut. Langit menggelap, gumpalan awan mengisyaratkan hujan akan turun. Suara petir bersambaran hingga membuat hati menciut takut.  Dugaan  ku benar,  hujan turun dengan derasnya hingga merembas ke tanah dan membuat genangan-genangan yang lumayan banyak. Perasaan ku mulai tak karuan.  “Ada apa ini??? semoga firasatku salah,” batinku penuh dengan tanda tanya tapi itu hanya bisa ku pendam. Aku bingung, aku tak mengerti pertanda apakah ini, kenapa ini begitu aneh. Setelah lama menunggu dengan perasaan yang penuh dengan misteri…..”tttiiiit.tiiit”…suara klakson mobil terdengar, reflek aku melangkahkan kaki untuk menghampiri om yang belum lama mematikan mesin mobil. Segera aku meraih dan mencium tangan beliau.  Merah dan berkaca-kaca yang terlihat di kedua matanya, setelah kulepaskan, Om Andre segera mengizinkanku untuk pulang kepada ibu asrama. Aku menunggunya di luar.
Terdengar suara kaki perlahan menghampiriku dan mengelus kepalaku. Dengan mata yang berlinangan air mata, ibu asrama mengatakan padaku, “Sabar ya nak dan hati-hati di jalan…” pesan ibu asrama untukku) hatiku semakin bingung tak karuan. “Iya bu, makasih..” utaraku yang penuh penasaran karena tak mengerti apapun yang tengah terjadi.   Sepanjang perjalanan, deras  hujan menemaniku. Karena rasa penasaranku yang menggebu-gebu, ku beranikan diri untuk bertanya kepada om tentang apa yang sebenarnya terjadi.
”Ada apa sih om tiba-tiba ayah menyuruhku pulang?” Tanyaku dengan penuh penasaran.
“Ayah kamu ingin bertemu denganmu vi..”  jelas om Andre singkat.
“Kenapa gag mau bilang sendiri sama aku?”
“Hmmmmmm…” hanya senyuman manis darinya dan itu belum bisa mengobati rasa penasaranku yang  penuh dengan tanda tanya.
Aku makin merasa bingung.  Perasaanku menjadi semakin tak menentu. Ingin ku luapkan rasa itu. .  . . .lantunan tasbih terus terucap dari mulut untuk menenangkan hati. Perjalanan terasa lebih lama dari biasanya karna kekhawatiranku. Setelah sampai di kota tempat aku dilahirkan terlihat macet yang sangat panjang, itu membuat hatiku semakin galau tak sabar. Tiga puluh menit  kemudian, mobil berhenti di parkiran rumah sakit.
“Mau jenguk siapa om???”
“Ayah kamu sedang dirawat disini sekarang.”  jawabnya dengan  mematikan mesin mobil.
“Ayah?????” air mata menetes tanpa ku undang.
Berlari-lari kecil  menuju tempat ayah dirawat dengan perasaan yang tak bisa di ungkapkan. Langkah demi langkah ku lewati tapi terasa sangat sangat jauh . Akhirnya kami pun sampai di depan kamar tempat ayah dirawat. Dengan segera om membuka engsel pintu. Tetapi terlihat pintu sudah terkunci.
“Permisi pak, bapak cari siapa ya?” tanya suster yang tiba-tiba menyapa dari belakang.
“Iya sus, kalo boleh tau pasien yang dirawat disini tadi siang kemana ya?”
“Oh, sudah sekitar satu jam yang lalu pasien dipindahkan ke ruang ICU, karena kritis.” Dengan spontan, aku terkejut dan segera berlari menuju ruang ICU tanpa menghiraukan siapapun. Dari jauh, terlihat sesosok wanita setengah baya yang terbalut  mukena berwarna putih setelah ku mendekat ternyata sosok itu adalah ibuku dengan bibir melantunkan ayat – ayat suci tuhan .
“Ibu……” sapa rinduku untuknya. Ibu memelukku dengan isak tangis membuatku tak  tahan membendung air mata .
“Ayah nak……ayah….”
“Ada apa dengan ayah  bu……….ayah kenapa….” Tanyaku terputus-putus masih berada dalam peluknya.                                                                                       
“Maafkan ibu nak, yang dengan sengaja tak memberitahu kamu tentang keadaan ayahmu yang sebenarnya. Ayah  sudah satu bulan dirawat disini. Beliau divonis terkena penyakit kanker yang sudah mencapai stadium 4. Ibu gak mau nak belajar kamu terganggu karena tau tentang  kabar ini.” Jawabnya dengan isakan tangis.
“Ibu….. sudah lama aku merindukannya.… tapi kenapa ini jawaban dari kerinduanku…?? Aku ingin bertemu dengan ayah  sekarang bu.” Paksaku kepada ibu.
“Jangan dulu nak…. ibu khawatir kalau beliau bertemu dengan mu, keadaannya akan semakin shock dan menjadi drop. Karena beliau juga sudah merindukanmu. Tapi beliau takut mengganggu belajar kamu jika menyuruhmu pulang hanya untuk bertemunya . Seminggu terakhir ini beliau selalu melihat-lihat foto kamu dan tidur di kamar kamu nak .” Jawabnya dengan penuh sesal.terlihat dari raut muka ibu.  Seluruh tubuhku lemas, seperti tak bertulang.aku tak sanggup berbuat apapun,berkata sepatah katapun aku tak mampu. Ku rebahkan tubuh ini pasrah di lantai dan Ku luapkan semua rasa sesal di hati…air mata deras keluar tanpa aku kuasa untuk menghentikanya hingga kubiarkan rasa ku ini ku luapkan dengan  tangisan dan berharap rasa perih hati ini sedikit terobati*walau aku tau tangis ku ini tak kan mampu memutar waktu yang telah berlalu.
“Tung tung tung tung…”
Terdengar suara yang aku tak tahu asalnya menginformasikan bahwa ibu secepatnya harus menemui dokter yang merawat ayahku. Dengan kedua sudut mata belum tersadar aku pun beranjak untuk menginkuti ibu menuju ruang ICU. sebelum masuk kami pun mengambil baju khusus sebagai satu syarat agar kami bisa masuk ruangan tersebut. Satu persatu pasien yang kulihat, semua tak ada yang dalam keadaan sadar. Aku semakin gemetar, aku khawatir ayahku bernasib sama. Ku lihat salah satu pasien yang tak asing di mataku. Lagi-lagi kuperjelas penglihatan itu. tapi samar. Kucoba melangkahkan kaki untuk mendekatinya.aku bergetar karena tak salah lagi, itu adalah ayahku. terlihat terpasang banyak kabel yang terbalut di sekujur tubuhnya, ku genggam tangan yang telah dingin dan sedikit kekuningan…..
“ayah,,,,,,ini  aku…..bangun ayah…….aku rindu ayah……”ucapku dengan nada berat terputus-putus karena sedu tangisku. aku memaksa diriku untuk menguasai keadaan. aku tak mau ayah semakin drop karena melihat diriku yang terlihat pucat lemas.
Beliau hanya terdiam dan sepertinya sudah tak sadar. Ibu membantuku untuk membangunkannya…tapi setelah lama menunggu, hasilnya nihil.
Dari jauh samar-samar ku dengar percakapan ibu dengan dokter. Karena rasa ingin tahu ku, akupun mendekat ke arah mereka dan diam – diam mencoba mencerna tiap kata yang sedang mereka bicarakan. ”Ddeeg…” jantung yang dari di permainkan oleh keadaan kini semakkin sesak hingga untuk bernafaspun aku kesulitan. Tanpa diperintah oleh otak sadarku, tubuhku berlari ke ruang icu tempat ayah dirawat. Disamping ayah aku meluapkan tangisku ”ayah,…ayah nggak boleh ninggali Ovi….Ovi sayang ayah. Aku tahu ayah sayang Ovi...Ovi minta ayah bangun.bangun yah,,,,,bangun” tanpa ku sadar dari tadi ibu menangis tersengguk disampingku,,,aku tak kuasa malihat raut wajah ibuku. Aku tak kuat. ”Yah, Ovi mohon yah, ayah bangun walau berucap satu katapun ovi sudah bahagia  yah, yah Ovi kangen suara ayah. Ovi kangen senyum ayah!” semakin sesak dada ini hingga air mata tak dapat keluar. Tak sengaja aku bertatapan dengan mata ibuku yang penuh arti dan mungkin ingin berucap ”ibu sayang Ovi. ayah juga sayang Ovi. Ovi jangan menangis!” Kami  terhanyut  dalam  tangis. Mungkin ayah sedang melihat kami waktu itu tanpa kami sadari.
Setelah semua surat selesai di urus. Ayahku diperbolehkan pulang. Aku bersikeras pulang bareng ayah naik mobil jenazah, capek mencegah ibukupun mengizinkan aku untuk bareng ayah dan ibu bareng om Andre. Di perjalanan pulang ku tatap ayahkuku seolah aku tak percaya bahwa jenazah yang sekarang di depan ku ini adalah ayahku. Ayah yang selama ini lama ku rindu. Sungguh sulit ku percaya rasanya.
Aku masih sesenggukan sambil memandangi bujur kaku ayahku ”yah, ini Ovi yah! anak ayah. Bukankah ayah kangen Ovi? ayah bohong! ayah tak  pernah sayang Ovi! ayah bohong! buktikan yah! ayah, bangun yah! peluk Ovi! senyum ke Ovi yah!...yah, Ovi kangen ayah!” gumamku lirih. ”yah. ayah jahat! yah, Ovi sayang ayah!”
Hanya tercengang expresi  yang aku tunjukan saat aku melihat sudah banyak petaziah berdatangan dan begitu banyak juga mobil yang sudah berderetan di depan rumahku. ”ada apa ini? benarkah ini? ku harap ini hanya mimpi” batinku menjerit-jerit tak menerima kenyataan ”yah, ada apa ini yah? Ovi tak mengerti kenapa begitu banyak orang yang berkunjung ke rumah kita? yah, jawab yah! ayah ngomong! jangan diam ter…” belum selesai aku mengadu tiba-tiba” non, udah sampai!silahkan turun!” suara sopir mobil jenazah itu mengagetkanku. ”Oh..iya pak! tolong ya ini” pintaku ke pak sopir dengan nada lirih masih tersedu tangis sambil beranjak pergi menuju kamarku yang ternyata sudah banyak orang di dalam. ”Sabar ya nduk, yang sabar….” begitu banyak suara terngiang di sekelilingku untuk menguatkan batin. Tapi tak ku dengar. Semua ku acuhkan. Karena aku sudah terhanyut dalam khayalku saat melewati hari-hari indah ku bersama ayah. menyesal, kini penyesalanlah yang aku rasa. Menyesal karena belum sempat membuat ayahku tersenyum bangga akan prestasi yang belum tercapai. menyesal karena semasa hidup ayah aku hanya menyusahkan ayah.Aku hanya membuat ayah marah. Aku menyesal.
Kini aku sadar, ternyata aku akan merasa sangat kehilangan setelah seseorang yang aku sayang meninggalkanku. Pada saat dia  masih ada di dekat ku aku tak pernah merasa aku sayang dia. Aku selalu membatah titahnya.seolah dia tak berharga bagiku. Tapi, setelah semuanya hilang, kasih sayang itu, senyum itu, nasehat itu dan semua tentangnya, aku sada dialah yang paling berarti, dialah yang berharga dan dialah segalanya untuk hidupku. ”Maafkan aku ayah!” suara hatiku selalu membatin.
“Yah, maafkan Ovi ya yah. Ovi selalu nakal dan belum bisa memberi sesuatu yang berarti di hidup ayah. Ovi menyesal yah. Ovi sayang ayah. Semoga ayah bahagia ya yah disana, disamping-NYA dan selalu dalam lindungan-NYA. Ovi  janji yah. Setiap selesai ovi sholat, doa Ovi selalu untuk ayah. Ovi akan berusaha membuat ibu bangga. Ovi ingin disana ayah tersenyum untuk Ovi walaupun Ovi tak pernah melihat senyum itu. Semoga aku, ayah dan ibu akan bersatu dan bahagia di syurga-NYA” doa dalam batinku di sela-sela isakan tangis. ”Yah, Ovi pulang dulu yaa. ayah baik-baik ya disini. Ovi sayang ayah. ayah pulang ya yah kalau ayah kangen Ovi. Ovi selalu menunggu ayah di rumah. yah, Ovi pulang.assalamualaikum!” salam terakhirku untuk ayah dengan menggenggam tanah yang menyimpan sosok berarti untuk aku dan ibuku. aku dan ibu saling berpelukan dalam tangisan di samping makam ayahku. ”Sudah nak, ikhlaskan ayahmu. Mungkin ini yang terbaik untuk ayah.”